Jumat, 08 Januari 2010

Metode Berpikir Ilmiah

METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara





METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara





METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara





METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara





METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara





METODE BERPIKIR ILMIAH

KAJIAN PENDEKATAN ALTERNATIF DARI SUDUT PANDANG ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

MAKALAH

Disajikan dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Filsafat ILmu

Dosen

Prof. Dr. H. CECEP SUMARNA, M. Ag.

Disusun Oleh :

KUSNOTO

NPM. :.... 505920012

PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )

CIREBON

2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Allah SWT, sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturan Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serat inayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “BERPIKIR ILMIAH (Kajian Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi) “ yang sederhana ini dapat teselesaikan sesuai dengan waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulis makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Seta merupakan bentuk lansung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bpk. Prof. Dr. H. Cecep Sumarna, M.Ag, selaku dosen mata kulaih filsatat ilmu sseta semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempuranaan hanya milik Allah Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini berharap akan bisa ditemukan sesuatu yang dapat memerikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh mahasiswa Passscsarjana STAIN Cirebon. Amien ya Rabbal’alamin.

Wassalam,

Cirebon, Desember 2009

Penulis


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Keguanaan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah

B. Pendekatan Alternatif dalam Berpikir Ilmiah

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi Ilmiah

Daftar Pusaka


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yagn dikehendaki. Menurut J.S Suriasumantri, manusia-homo sapiens, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut dengan perikehidupan yang terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal paling asasi”.

Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, meemutuskan, mengembangkan dan sebagainya. Secara ilmu pengtahuan (berdasarkan prinsip – prinsip ilmu pengetahuan. Atau menggunakan prinsip – prinsip logis terhadap penemuan, pegnesahan dan penjelasan kebenaran).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmuiah dapat digunakan dua jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrument dan operasionalisassi. Dengan kata lain untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks pendekatan deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.

Berdasarkan uraian diatas nampak bahwa berpikir ilmiah, merupakan kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidupnnya di muka bumi. Manusia diberi akal untuk berpikir, bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Namun demikian, berpikir yang benar adalah berpikir melalui metode ilmiah, sehingga hasil akan benar pula. Oleh karena itu penting untuk dikaji sejauh mana berpikir ilmiah melalui pendekatan alternatif ditinjau dari pendekatan ontology, epistemology dan aksiologi sebagai bahan dari telaahan filsafat ilmu.


B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis memberikan perumusan masalah khususnya yang berkenaan dengan kajian berpikir ilmiah. Untuk itu penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimna pengertian metode berpikir ilmiah ?

2. Bagaimana konsep pendekatan alternatif.

3. Bagaimana pendekatan alternatif dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mendapatkan gambaran tentang sudut pandang ontology, Epistemologi dan Aksiologi terhadap Pendekata Alternatif sebagai metode Berpikir Ilmiah yang merupakan salah satu kajian mata kuliah Filsafat Ilmu. Sedangkan kegunaan dari penulisan makalah ini adalah (I) untuk dapat lebih menetahui dan memahami pendekatan atlternatif sebagai metode berpikir ilmiah khususnya tentang sejauh mana sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi terhadap berpikir ilmiah dalam pendekatan alternative, (2) sebagai bahan kajian lebih lanjut tentang berpikir ilmiah.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Berpikir ILmiah

Berpikir merupakan proses bekerjanya akal, manusia dapat berpikir karena manusia berakal. Akal merupakan salah satu unsur kejiwaan manusia untuk mencapi kebenrann disamping rasa dan kehendak untuk mencapai kebaikan “. Dengan demikian, “ ciri utama dari berpikir adalah adanya abstraksi.

Maka dalam arti yang luas kita dapat mengatakan berpikir adalah bergaul dengan abstraksi-abstraksi. Sedangkan dalam arti yang sempit berpikir adalah meletakkan atau mencarai hubungan atau pertalian antara abstraksi – abstaksi. “ secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : bepikir alamiah dan berpikir ilmiah.

Berpikir ilmiah adalah landasan atau kerangka bepikir penelitian ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.

1. Sarana Berpikir Ilmiah

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membentuk kegiatan dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya juga diperlukan saranan tertentu pula. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah tidak akan dapat melaksanakan kegitaan berpikir ilmiah yang baik. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik diperlukan sarana berpikir ilmiah berupa : “(1) Bahasa Ilmiah, (2) Logika matematika, (3) Logika Statistika. Bahasa Ilmiah merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah kepada orang lain. Logika matematika mempunyai peran penting dalam berpikir Deduktif sehingga mudah di ikuti dan dilacak kembali kebenarnnya. Sedangkan logika Statistika mempunyai peran penting dalam berpikir Induktif untuk mencari konsep – konsep yang berlaku umum”.

2. Metode Berpikir Ilmiah

Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing – masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.

Untuk sampai kepada kebenaran yang dituju diperlukan adanya jalan atu cara. Jalan atau cara itulah yang disebut metode. Dalam kamus Paedagogik disebutkan bahwa Metode ialah cara bekerja yang tetap dipikirkan dengan seksama guna mencapai suatu tujuan.

Afanasyev, seorang filosof Rusia , dalam bukunya “ The Maxist Pholosphyy”, menulis bahwa Method in the road for a goal, the sun of definities priciples and ways of theoretical study and practical activity. Metode atau cara yang dilalui oleh proses ilmu sehingga mencapai kebenaran (ilmiah) bermacam-macam, tergantung kepada obyek atau sifat dan jenis ilmu itu sendiri. Tetapi secara garis besar metode ilmiah biasanya terbagi kepada dua macam, yaitu : Metode Induksi dan Metode Deduksi.

a. Metode Induksi

Metode Induksi adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal).

Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umu.

Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

b. Metode Deduksi

Metode deduksi adalah dkebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduksi sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal – hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal – hal yang bersifat khusus.

Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :

- Semua manusia bisa mati

- Socrates adalah manusia

- Jadi, Socrates bisa mati

Dari apa yang diuraikan diatas terlihat bahwa antara Induksi dan Deduksi ( meskipun kelihataanya bertentangan) mempunyai kaitan yang erat. Kaitan itu dapat dilihat pada kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh dengan jalan Induksi (misalnya semua logam dapat memulai bila dipanasi) dapat dijadikan sebagai titik tolak bagi analisa deduktif. Seperti yang dikatakan oleh John Stuart Mill, dalam bukunya “ A system of logic “, bahwa setiap tangga besar didalam deduksi memerlukan deduksi bagi penyususn pikiran mengenai hasil – hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua – duanya bukan merupakan baigan yang saling tepisah sebetulnya saling menyokong seperti aur dengan tebing.

Memang terdapat kritikan terhadap metode ilmiah ini, khususnya pada apa yang disebut general truth, yaitu kesimpulan umum yang terdapat dari hasil penyelidikan atu metode berpikir induktif. David Home, seorang filosof skotlandia, menekankan bahwa dari sejumlah fakta betapun banyaknya dan betapun besarnya secara logis tidak pernah diperoleh atau disimpulkan suatu kebenaran umu (general truth). Alasannya, karena tidak pernah ada keharusan logis bahwa fakta-fakta yang sampai sekarang selalu berlangsugn dengan cara yagn sama, besok juga akan terjadi dengan sama pula. Misalnya, tidak ada kepastian logis bahwa besok pagi matahari akan terbit dari timur. Sehingga dari kejadian – kejadian masa lampau tidak pernah dapat disimpulkan sesuatu pun tentang masa depan.

Kritikan ini pernah dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filosof inggris abad XX ini, dengan mengatakan bahwa sesuatu ucapan atau teori tidak bersifat ilmiah karena sudah dibuktikan, melainkan karena dapat diuji (testable). Ucapan “ semua logam akan memuai kalau dipanasi” dapat dianggap ilmiah kalau dpat diuji dengan percobaan – percobaan sistematis untuk menyangkalnya. Dan kalau suatu toeri tetap tahan setelah diuji, maka berarti bahwa kebenarannya diperkokoh (corroborasion). Makin besar kemungkinan untuk menguji dan menyangkal suatu etori, makin koloh pula kebenarannya jika toeri itu bertahan terus. Contoh yang sederhan, dengan observasi terhadap angsa – angsa putih. Betapun besar jumlahnya orang tidak samapi kepada toeri umum bahwa semua angsa berwarna putih. Tetapi cukuplah satu observasi tehadap seekor angsa hitam untuk menyangkal toeri tadi. Salaam hitam belum ditemuakan maka pernyataan “semua angsa berwarna putih” tetap dianggap benar secara ilmiah.

B. Pendekatan Alternatif dalam metode berpikir ilmiah

Pendekatan penelitian dalam metode berpikir iliah pada hakikatnya dibagi dua kelompok besar, yaiut pendekatan Deduktif dan pendekatan Induktif. Namun dala perkembanganya ada pendekatan lain yang merupakan pendekatan gabungan dari dua pendekatan tersebut yang dinamakan dengan pendekatan alternative ( pendekatan deduktif – induktif )

Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yagn mengguankan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat presmis yang diberaikan. Dalam system deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dai satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu aygn umu ke sesuatu yang khusus ( going from the general to the specific ).

Deduksi merupakan suatu cara penalaran dengan menggunakan kriteia atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu kesimpulan kasus khusus atu spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik dan khusus, merupakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagi contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntasi (acconting report ) seharusnya didasarkan kapda pengukuran nilai asset bersih yang bisa direaslisasikan ( net realizable value measurements of assets ) merupakan premis dari toeri normative. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi. Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan system yagn tertutup dan non empiris yang kesimpulannya secara ketat diddasarkan kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.

Salah satu pertanyaan yang menarik adakah apakah temuan riset dapat bebas nilai ( value free) atau neteral karena pertimbangan nilai sesunggunnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris berupaya untuk deskriptif, penelitiannya tidak mungkin sepenuhnya bersikap netral dengan dipilihnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Perbedaan yang lebih mencolok antara system deduktif dan induktif adalah : kanduangan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global (makro) sedangakn teori induktif umumnya bersifat particularistik (mikro). Oleh karena premis sistem deduktif bersifat global. Sistem deduktif, karena didasarkan kepada fenomena empiris umumnya relevan dengan permasalahan yang diamatinya.

Meskipun perbedaan antara system deduktif dan induktif bermanfaat untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini seringkali tidak berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yagn saling bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketapan (appropriateness ) peremis yang pada mulanya digunakan dalam suatu system deduktif.

Proses riset sendiri tidak selalu emngikuti suatu pola yang pasti. Para peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitain lainnya dengan mengembangkan hipoetsis baru yang tampaknya cocok dengan data yang tersedia. Dalam konteks akutansi, riset Induktif bisa membantu memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkuangn bisnis yang mendasari prakatek akuntasi. Riset Iduktif tersebut pada gilirannya akan bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.

C. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

1. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pandang Ontologi

Ontologi adalah cabang filasafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontology mempertanyakan tentang objek yagn ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan mengindera yang membuahkan pengetahaun.

Objek telaah ontology tersebut adalah yang tidak telihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yagn meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenayataan yang mengatasi semua perbedaaan antara benda–benda dan makhluk hidup, antara jenis – jenis dan indidvidu – individu.

Pendekatan alternatif dari sudut pandang ontology, hal ini berarti pendekatan alterantif dari sudut pandang filsafat yang membahas tentang hakikat pendekatan alterantif sebagai pendekatan berpikir ilmiah. Dengan kata lain, dari sudut pandang ontology, pendekatan alterantif dalam kajianany akan mempersoalkan eksistensi pendekatan lain dala prosses berpikir ilmiah sesuai dengan cara - cara yagn digunakan oleh metode ilmih. Mempersoalkan hakikat alternatif sebagai metode ilmiah dalam mencari kebenaran ilmih.

2. Pendekatan Alternatif dari Sudut Pnadang Epistemologi

Objek telaah episteologi adalah mempertanyakan bagaiman sesuatu itu data dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemology adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logkia, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa defininya. Epistmologi moral menelaah evaluasi epistemic tentang keputusan moral dan teori – teori moral.

Pembicaraannya tentang pendekatan alternatif dari sudut pandang epistemologi, hal ini berarti cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah pendekatan alteranatif yang sesuai dengan kaidah –kaidah ilmu pengetahuan sehinggga diperolehnya metode ilmiah. Dengan kata lain, pendekatan alternative hendak dipahami secara rasional melalui metode ilmiah.

3. Pendekatan alternative dari Sudut Pnadang Aksionologi

Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai din ada kaitannya dengan kategori : (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama diawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan objek kajian filsafat keindahan atu estetika.

Landasan aksiologis, dengan pertanyaan mendasar : untuk apa ilmu digunakan ? bagimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah – kaidah moral ? bagaiman kaitan antara tekhnik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau professional ?

Landasan aksiologi tentang pendekatan alternatif adalah berhubungan dengan eksistensi pendekatan alternatif yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuannya. Dengan perkataan lain, apa yang dapat dikaji oleh pendekatan alternatif adalah segi pengembangan pendekatan alternatif itu terhadap peningkatan kualitas hidup manusia terhadap kemanfaatan berpikir ilmiah yang dapat mengarahkan manusia terhadap nilai baik maupun buruk.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Berpikir ilmiah dalam, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu metode Induktif dan metode Deduktif. Pandangan – pandangan mengenai berpikir ilmiah, setiap waktu mengalami perubahan, sejalan dengan perjalanan konsep berpikir manusia dalam tiap zaman. Tidak ada pengertian mutlak benar dan mutlak salah dalam suatu ilmu pengetahuan ataupun filsafat yang senantiasa berkembang, yang akan menyempurnakan suatu pengertian maupun gagasan.

2. Pendekatan alterantif adalah pendekatan yang menggabungkan pendekatan deduktif (deductive approach) dan pendekatan induksi (inductive approach). Penelitian yang menggunakan pendekatan alterantif pada hakikatnya bertujuan untuk menguji hipotesis merupakan penelittian yang menggunakan paradigma kuantitatif – kualitatif.

3. Dalam sudut pandang landasan filsafat, pendekatan alternative dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu onologi (metafisika), epistemology, dan aksiologi.

B. Rekomendasi Ilmiah

Kajian pendekatan alterantif dalam metode penelitian ilmiah, merupakan kajian yang berkaitan dengan pendekatan deduktif – deduktif. Dengan adanya perkembangan filsafat ilmu dalam berpikir ilmiah dapatlah diambl sutau pelajaran bahwa itu semua berkat usaha gigih tokoh – tokoh filsafat dalam mencsari sumber dan kebenaran melalui kajian – kajian ontology, epistomologi dan aksiologi. Untuk itu diharapkan kepada penulis lain agar dikaji lebih lanjut kajian tentang pendekatan alternatif dalam kajian filsafat ilmu.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, asmori, 2001 , Filsafat umum, Jakarta : Rajawali Pers

Achmad sanusi (1998), Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian, Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung

Branner, Julia. (2002) Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif, Samarinda : pustaka Pelajar

Capra, Fritjop, (1998), Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan, Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang budaya

Endang Saefuddin Anshari, (1988), Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina ilmu

Hanafi, Ahmad, 1990. Pengantar Filsafat Islam, Jakarta : Bulan Bintang

Hardiman, Budi F. 2004, Filsafat Modern, Jakarta : Gramedia

Hadiwijono, Harun, 1980, Sari Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta : Kanisius

Hassan, faud, Pengantar Filsafatt Barat, Jakarta : Pustaka Jaya

Himsworth, Harold (1997), Pengetahuan Keilmuan dan pemikiran filosofi, (terjemahan Achamda Bimadja, PH.D ) , Bandung : ITB Bandung

.

Jammer, Max (1999), Einstern and Religion : Physics and Theology, New jersey : Princeton University, Press

Kattsoff, L.O, 1992, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana

Kuh, Thoma S, (200), The Structur of Scientific Revolution : Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains, Terjemahan Tjun Surjaman, Bandung : Rosda).

Liang, Gie The, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, Yogyakrata : Supersukses

M. Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarat : Tinta Mas

Magnis – suseno, Franz, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta : Kanisius

Milton H, 2004. Peta filsafat : Pendekatan Kronolig dan Tematik, Jakarta : teraju

Noeng Muhadjir, (1996), Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Rake Sarasin

___________, (1998), Filsafat Ilmu : Telaah Sistematis, Fungisonal Komparatif, Yogyakarata : Rake sarasin

Peursen, Van, 2003, Menjadi Filsuf, Yogyakarta : Qalam

Redja Mudyahardjo, (2001), Filsafat ILmu Pendidikan : Suatu Pengantar, Bandung : Rosda

Ricahrd, Popkin H, 1986, Philosophy, London : Heinemman

Sidi Gazalba, (1973), Sistemaika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang

Sudarto (1997) Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Frafindo Persada. Tibawi, AL (1972), Islamic Education, LONDON : LUzak & Company Ltd.

Sugiharto, Bambang, 1996, Posmodernisme : Tantangan Bagi Filsasfat, Jakarat : Gramedia

Titus, Harold. H (1959), Living Issues in Philosophy : An Introductory Book Of Reading, New York : The Mac Millian Company

Zuhairini dkk. (1995), Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara